Halaman Utama Listing Mahasiswa Listing Dosen Listing Materi
Senin. 29 April 2024 - 01:04 WIB
 
KULIAH ONLINE [BETA]
LOGIN
Username:
Password:
Dosen Mahasiswa
 
DAFTAR
Pilih tipe account, lalu klik daftar untuk melakukan pendaftaran.

 
LUPA PASSWORD
Bagi Mahasiswa dan Dosen yang lupa dengan passwordnya, silahkan untuk menggunakan fasilitas lupa password »
Jumlah Pengunjung :
66339943

Materi: Undang-undang nomor 4 tahun 2004

Listing Materi Perkuliahan / Undang-undang nomor 4 tahun 2004
Nama Dosen:Budi Fitriadi
Nama Kelas:PENULISAN HUKUM
Nama Matakuliah:PENULISAN HUKUM
Undang-undang nomor 4 tahun 2004  
  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Tentang Kekuasaan Kehakiman Menimbang: a.              b
Isi Materi



 

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA

Tentang

Kekuasaan Kehakiman

Menimbang:

a.              bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;

b.              bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.              bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.

 

Mengingat:

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

 

Pasal 2

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

 

Pasal 3

(1)            Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.

(2)            Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.

 

Pasal 4

(1)            Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

(2)            Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

(3)            Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(4)            Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana.

 

Pasal 5

(1)            Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

(2)            Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

 

Pasal 6

(1)            Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang.

(2)            Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

 

Pasal 7

Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 8

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

Pasal 9

(1)            Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.

(2)            Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana.

(3)            Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.

 

BAB II

BADAN PERADILAN DAN ASASNYA

 

Pasal 10

(1)            Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

(2)            Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

 

Pasal 11

(1)            Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).

(2)            Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:

a.              mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung;

b.              menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan

c.              kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

(3)            Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung.

(4)            Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

 

Pasal 12

(1)            Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :

a.              menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.              memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.              memutus pembubaran partai politik; dan

d.              memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2)            Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

 

Pasal 13

(1)            Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

(2)            Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

(3)            Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.

 

Pasal 14

(1)            Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan undang-undang tersendiri.

(2)            Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 15

(1)            Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang.

(2)            Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.

 

Pasal 16

(1)            Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

(2)            Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

 

Pasal 17

(1)            Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2)            Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.

(3)            Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.

(4)            Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

 

Pasal 18

(1)            Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2)            Dalam hal tidak hadirnya terdakwa, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa.

 

Pasal 19

(1)            Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2)            Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan putusan batal demi hukum.

(3)            Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia.

(4)            Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

(5)            Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

(6)            Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur oleh Mahkamah Agung.

 

Pasal 20

Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

 

Pasal 21

(1)            Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2)            Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

 

Pasal 22

Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

 

Pasal 23

(1)            Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

(2)            Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

 

Pasal 24

Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

 

Pasal 25

(1)            Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

(2)            Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.

(3)            Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang.

 

Pasal 26

Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta.

 

BAB III

HUBUNGAN PENGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA

 

Pasal 27

Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta.

 

BAB IV

HAKIM DAN KEWAJIBANNYA

 

Pasal 28

Update : 19:03:32 24/04/2010