Setiap orang pada titik tertentu dalam menyusun penulisan hukum (Skripsi) pasti akan mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Bentuknya bisa bermacam-macam: bisa karena sakit karena stress, sul
Isi Materi
Setiap orang pada titik tertentu dalam menyusun penulisan hukum (Skripsi) pasti akan mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Bentuknya bisa bermacam-macam: bisa karena sakit karena stress, sulit mencari bahan refensi, biaya yang tinggi, pembimbing yang galak, pembimbing yang sulit dimengerti, dikhianati teman, difitnah dan dibohongi, ataupun itu, Anda mungkin sudah pernah mengalaminya.
Normalnya, peristiwa semacam itu akan membuat seseorang merasa kesal, sedih, gusar, dendam barangkali, atau merasa beragam emosi negatif lain. Banyak yang kemudian berandai-andai, “Andai saja aku kemarin memilih judul….”, “Andai saja kemarin saya ….” dan berharap apa yang sudah terjadi cuma sekedar mimpi. Memang sabar adalah jawabannya, begitu yang sering kita dengar. Tapi tentu saja, ini jauh lebih mudah untuk dikatakan ketimbang dijalani. Kita tidak bisa semudah itu meminta perasaan kita menuruti apa kata mereka yang lebih bijaksana ketimbang kita.
Satu cara yang biasanya efektif untuk meredakan dongkol adalah dengan melakukan apa-apa yang sama sekali tidak ada kaitannya/ tidak nyambung, tidak relevan dengan apa yang membuat yang bersangkutan gusar. Berkonsultasi dengan dosen yang mengerti dengan kondisi kita, curhat kepada teman, curhat kepada orang tua ataupun yang lainnya. Itu semacam mencari pengalih perhatian dari kegusaran. Meskipun hal semacam itu cukup berhasil untuk mengatasi permasalahan emosi yang ringan, namun untuk masalah yang berat, biasanya cara-cara semacam itu kuranglah ampuh.
Anda mustinya sudah sering dinasehati bahwa manakala masalah atau gagal datang pada diri Anda, maka carilah hikmah darinya. Mencari hikmah (benefit finding) dari permasalahan ternyata terbukti bisa menyembuhkan emosi.
Jika sedang marah, memaki-maki atau menonjok sesuatu sebenarnya tidak membantu, melainkan malah memperparah. Kalaupun mau, pilihan kosakata yang terucap akan berpengaruh betul pada bagaimana emosi yang kita rasa. Maka ketika sedang dongkol, alih alih mengatakan $*!%7@* (whatever it is ), coba ganti dengan ucapkan: “PriKiTiW!!” yang mana tampak tidak relevan untuk mewakilkan rasa geram. Tapi justru itu tujuannya: menurunkan intensitas emosi dengan kata. Alih-alih berkata, “aku juengkel bianget; benci benci benci!” ucapkan, “Aku ngerasa geli ama orang itu”.
Sekali lagi…, coba ucapkan “PriKiTiW!!”
Selamat Mencoba.