Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (6:103)
Pada awalnya, semua orang sudah
Isi Materi Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui . (6:103)
Pada awalnya, semua orang sudah memahami bahwa panca indera kita memang diliputi berbagai keterbatasan kemampuan. Telinga kita misalnya didisain hanya mampu mendengar frekuensi gelombang 20 Hertz hingga 20 KHz. Manusia tidak mampu mendengar atau mendeteksi suara yang memiliki freuensi di luar rentang tersebut.
Demikian juga mata manusia, jika tanpa bantuan alat-alat optik, kita tidak mampu melihat dengan baik benda yang dimensinya kurang dari 1 milimeter. Dalam banyak hal kemampuan penglihatan dan pendengaran manusia bahkan justru lebih rendah dari beberapa binatang.
Akan tetapi dengan potensi akal yang Allah karuniakan, manusia mampu menciptakan alat-alat bantu sehingga keterbatasan panca indera ini seakan bukan lagi merupakan masalah besar. Alat bantu penglihatan paling mutakhir yaitu Mikroskop Elektron misalnya mampu melihat benda yang berukuran 0,2 nm (0,2 x 10-9 m), atau kira-kira 500.000 kali lebih baik dari mata manusia, melalui alat ini manusia mampu melihat makhluk-makhluk supermini seperti bakteri dan virus.
Demikian juga para ahli Astronomi kini telah mampu menyadap gelombang-gelombang suara dari bintang-bintang di luar angkasa yang jaraknya jutaan bahkan milyaran kilometer melalui teleskop radio.
Penciptaan alat-alat baru terus berkembang semakin canggih seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga sebagian orang mengira bahwa pada dasarnya suatu saat, jika alat-alat bantu paling canggih telah berhasil diciptakan, maka kemampuan panca indera kita menjadi tidak terbatas. Benarkah demikian ?
Pada tahun 1927 Weiner Heisenberg seorang Fisikawan kelahiran Jerman, ditengah kegairahan dan semangat para ilmuan menyelidiki fenomena mekanika sub-atomik, ia menemukan sebuah rumusan yang dikenal dengan “Prinsip Ketidakpastian”. Sebuah formulasi sederhana yang membuka kesadaran kita akan batas akhir kemampuan manusia, lebih tepat lagi sebuah keterbatasan yang memang telah built-in pada alam ini. Prinsip Ketidakpastian menyatakan bahwa kita tidak mungkin mengukur dua hal secara 100 % akurat pada saat yang bersamaan (misalnya posisi dan momentum, juga energi dan waktu, dll), keterbatasan ini dibatasi oleh sebuah bilangan sebesar 1,054 x 10-34 (biasa dituliskan dengan lambang